Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Kemampuan Membaca Permulaan



Salah satu prinsip perkembangan menyatakan bahwa perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar. Proses kematangan adalah terbukanya karakteristik yang secara potensial ada pada individu dan berasal dari warisan genetik. Beberapa proses belajar berasal dari latihan atau pengulangan suatu tindakan yang nantinya menimbulkan perubahan dalam perilaku (Hurlock, dalam eprints.undip.ac.id).
Kematangan menentukan siap atau tidaknya seseorang untuk belajar, karena betapapun banyaknya rangsangan yang diterima anak, mereka tidak dapat belajar dan menghasilkan perubahan perilaku sampai mereka dinyatakan siap menurut taraf perkembangannya. Havighurst (Hurlock, 1991:30) menamakan kondisi kesiapan belajar yang ditentukan oleh kematangan ini sebagai teachable moment, atau saat yang tepat bagi anak untuk “diajar”.
Menurut Montessori (Hainstock dalam etd.eprints.ums.ac.id), masa peka anak untuk belajar membaca dan berhitung berada di usia 4–5 tahun, karena di usia ini anak lebih mudah membaca dan mengerti angka. Doman (2005:44) menyarankan sebaiknya anak mulai belajar membaca di periode usia 1 hingga 5 tahun. Menurutnya, pada masa ini otak anak bagaikan pintu yang terbuka untuk semua informasi, dan anak bisa belajar membaca dengan mudah dan alamiah. Pada sisi lain, pentingnya pengajaran membaca permulaan pada anak diberikan sejak usia dini ini juga bertolak dari kenyataan bahwa masih terdapat sebelas juta anak Indonesia dengan usia 7-8 tahun tercatat masih buta huruf (ptk-masnur-muslich.blogspot.com).
Dardjowidjojo (2003:301) kemudian menyebutkan bahwa membaca hanya dapat dilakukan ketika anak sudah memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu untuk berbicara. Prasyarat ini antara lain: menguasai sistem fonologis (bunyi), sintaksis (struktur kalimat), dan kemampuan semantik (kaitan makna antar kata). Sementara menurut Grainger (2003:185), kesiapan untuk memulai pengajaran membaca tergantung pada kesadaran fonemis. Istilah ini meliputi banyak aspek kepekaan anak terhadap struktur bunyi kata lisan, menentukan kemampuan memetakan bunyi ke simbol yang penting untuk membaca, menulis, dan mengeja.
Faktor ini pula yang nantinya menjadi dasar untuk membedakan kemampuan membaca pada anak normal dan pembaca lemah. Pernyataan di atas memberi makna bahwa kematangan sangat berperan dalam menentukan waktu yang tepat hingga anak dinyatakan siap untuk belajar membaca.
Keterampilan membaca harus dimulai sejak dini. Guru sedapat mungkin membimbing anak untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan membaca. Misalnya membimbing siswa dalam memperkaya kosakata dan memahami makna struktur kata atau makna kiasa dan ungkapan (Ernalis, 2006:26).
Anak yang berada pada masa peka untuk belajar membaca akan dengan mudah menerima dan menanggapi rangsangan yang diberikan padanya dalam bentuk huruf, suku kata, kata, atau kalimat. Anak pun akan cepat memberi respon tiap kali stimulus yang sama muncul, dan sebagai hasilnya anak akan menunjukkan perubahan perilaku sebagai indikator keberhasilan proses belajarnya, yang dalam hal ini berarti anak menguasai kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam membaca.

2.4.1 Pengertian Kemampuan Membaca Permulaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:623), “kemampuan” berarti kesanggupan atau kecakapan. “Membaca” berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, atau mengeja dan melafalkan apa yang tertulis (KBBI, 1999:72). Petty dan Jensen (Ampuni, 1998:16) menyebutkan bahwa definisi membaca memiliki beberapa prinsip, di antaranya membaca merupakan interpretasi simbol-simbol yang berupa tulisan, dan bahwa membaca adalah mentransfer ide yang disampaikan oleh penulis bacaan. Maka dengan kata lain membaca merupakan aktivitas sejumlah kerja kognitif termasuk persepsi dan rekognisi.
Membaca merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas mental mencakup gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman (Mulyono, 1999:200). Membaca merupakan aktivitas auditif dan visual untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf atau kata. Aktivitas ini meliputi dua proses, yaitu membaca teknis (decoding), dan proses pemahaman.
Membaca teknis adalah proses pemahaman atas hubungan antara huruf (grafim) dengan bunyi (morfim). Sedangkan pemahaman merupakan proses menangkap makna kata yang tercetak (Yusuf, 2005:134). Menurut Arifin (ptk-masnur-muslich.blogspot.com) mengemukakan bahwa “membaca permulaan adalah kegiatan awal untuk mengenal simbol-simbol fonetis”.
Terdapat beberapa tahap dalam proses belajar membaca. Initial reading (membaca permulaan) merupakan tahap kedua dalam membaca menurut Mercer (Abdurrahman, 2002:201). Tahap ini ditandai dengan penguasaan kode alfabetik, di mana anak hanya sebatas membaca huruf per huruf atau membaca secara teknis (Chall dalam Ayriza, 1995:20).
Membaca secara teknis juga mengandung makna bahwa dalam tahap ini anak belajar mengenal fonem dan menggabungkan (blending) fonem menjadi suku kata atau kata (Mar’at, 2005:80). Kemampuan membaca ini berbeda dengan kemampuan membaca secara formal (membaca pemahaman), di mana seseorang telah memahami makna suatu bacaan. Tidak ada rentang usia yang mendasari pembagian tahapan dalam proses membaca, karena hal ini tergantung pada tugas – tugas yang harus dikuasai pembaca pada tahapan tertentu.
Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recording dan decoding (Anderson, 1972:209). Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual.
Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Melalui proses recording, pembaca mengasosiasikan gambar-gambar bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.
Menurut Purwanto dan Alim (1997:29) yang disebut pengajaran membaca permulaan jika maksud pengajaran membaca itu yang diutamakan adalah memberikan kecakapan kepada para siswa untuk mengubah rangkaian-rangkaian huruf menjadi rangkaian-rangkaian bunyi bermakna dan melancarkan teknik membaca pada anak-anak. Pengajaran membaca permulaan sebaiknya diajarkan sejak dini dengan cara mengenalkan tulisan-tulisan yang konkret yang sering ditemukan dalam dunia anak. Metode ini dikemas dengan pembelajaran yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan motivasi anak untuk belajar membaca.
Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut. Untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosa kata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.
Menurut Depdikbud tahun 1986 (dalam Ayriza, 2005:85), Chaer (2003:204), serta Purwanto dan Alim (1997:35), huruf konsonan yang harus dapat dilafalkan dengan benar untuk membaca permulaan adalah b, d, k, l, m, p, s, dan t. Huruf – huruf ini, ditambah dengan huruf – huruf vokal akan digunakan sebagai indikator kemampuan membaca permulaan, sehingga menjadi a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u. 
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian kemampuan membaca permulaan mengacu pada kecakapan (ability) yang harus dikuasai pembaca yang berada dalam tahap membaca permulaan. Kecakapan yang dimaksud adalah penguasan kode alfabetik, di mana pembaca hanya sebatas membaca huruf per huruf, mengenal fonem, dan menggabungkan fonem menjadi suku kata atau kata.

2.4.2 Tujuan Umum Pengajaran Membaca Permulaan
Pengajaran membaca permulaan, menurut Soejono (Lestary, 2004:12) memiliki tujuan yang memuat hal-hal yang harus dikuasai siswa secara umum, yaitu:
a.        Mengenalkan siswa pada huruf-huruf dalam abjad sebagai tanda suara atau tanda bunyi.
b.       Melatih keterampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf dalam kata menjadi suara.
c.        Pengetahuan huruf-huruf dalam abjad dan keterampilan menyuarakan wajib untuk dapat dipraktikkan dalam waktu singkat ketika siswa belajar membaca lanjut.
Selain itu tujuan pengajaran membaca permulaan yang dilakukan sejak anak usia 4-6 tahun (usia prasekolah) yaitu:
a.        Mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa sederhana secara tepat.
b.       Mampu berkomunikasi secara efektif.
c.        Membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia.
Jika hal ini benar-benar dilaksanakan dalam pembelajaran maka bahasa Indonesia akan memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, social, dan emosional anak dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari seluruh aspek perkembangan pembelajaran (tikmathlab.wordpress.com).

Blog Archive