Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Konsep Metode Bermain Peran Di Taman Kanak-Kanak



1 Pengertian Metode Bermain Peran
Pembelajaran yang sebaiknya diberikan di Taman Kanak-kanak adalah pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, karena pembelajaran yang menarik artinya memiliki unsur menyenangkan bagi anak untuk dapat terus diikuti. Sehingga, anak mempunyai motivasi untuk terus mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan berarti pembelajaran yang sesuai dengan suasana yang terjadi pada diri anak sehingga anak memiliki perhatian yang lebih. Oleh sebab itu guru harus mempunyai seni tersendiri dalam pembelajaran agar dapat menarik perhatian, menyenangkan dan memberikan manfaat bagi anak.
Menurut Rachmawati dkk (2007: 31), bermain peran yaitu permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda sekitar anak yang akan mengembangkam imajinasi dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan. Nugraha & Rachmawati (2004: 8.9) juga mengartikan bermain peran sebagai permainan yang dilakukan anak dengan cara memerankan tokoh-tokoh, benda-benda, binatang ataupun tumbuhan yang ada di sekitar anak, dimana melalui permainan ini daya imajinasi, kreativitas, empati, serta penghayatan anak dapat berkembang.
Selain itu Harley (Nugraha & Rachmawati, 2004: 8-10) mendefinisikan bermain peran sebagai salah satu cara anak untuk menelusuri dunianya, dengan meniru tindakan dan karakter yang berada di sekitarnya. Harley pun menambahkan bahwa ini merupakan ekspresi paling awal dari bentuk drama, namun tidak boleh disamakan dengan drama atau ditafsirkan sebagai penampilan (Nugraha & Rachmawati, 2004: 8.10).
Apabila ditinjau secara istilah, metode bermain peran adalah bentuk metode mengajar dengan mendramakan/memerankan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial, yang lebih menekankan pada kenyataan-kenyataan dimana para murid diikutsertakan dalam memainkan peranan di dalam mendramakan masalah-masalah hubungan sosial, dan metote ini kadang-kadang disebut dengan dramatisasi (Kartini, 2005: 35).
Masitoh dkk (2006:36) mengemukakan bahwa metode bermain peran adalah suatu cara memainkan peran dalam suatu cerita tertentu yang menuntut kerjasama secara utuh diantara para pemainnya. Bermain peran dikenal juga dengan sebutan bermain pura-pura, khayalan, fantasi, make-believe atau simbolik. Bermain peran membolehkan anak memproyeksikan dirinya ke masa depan dan menciptakan kembali ke masa lalu dan mengembangkan keterampilan khayalan.
Menurut Hurlock (1978: 329) bermain peran adalah bentuk bermain aktif di masa anak-anak, melalui perilaku dan bahasa yang jelas berhubungan dengan materi atau situasi seolah-olah hal itu mempunyai atribut yang lain ketimbang yang lainnya. Rosalina (2008: 1) mengungkapkan bahwa permainan ini sangat bagus untuk anak-anak, sebab di usia balita kemampuan berfantasi, kognitif, emosi, dan sosialisasi anak tengah berkembang.
Wahyuningtyas (2006:17) memberikan pengertian bermain peran sebagai berikut :
“Bermain peran adalah salah satu bentuk permainan pendidikan (educational games) yang dipakai untuk menjelaskan perasaan, tingkah laku dan nilai dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain (menngembangkan diri sendiri dalam keadaan orang lain).”

Sedangkan Muhidin dalam Wardani (1997:84) memberikan definisi bahwa
“Bermain peran adalah simulasi atau tiruan dari perilaku orang yang diperankan. Inilah yang merupakan tekanan utama dengan bermain peran yang mebedakan dengan simulasi. Simulasi lebih menekankan pada pembentukan keterampilan, sedangkan bermain peran lebih menekankan pada pembentukan sikap dan nilai. ”

Moeslichatoen (2004: 34) menjelaskan bermain pura-pura adalah bermain yang menggunakan daya khayal yaitu dengan memakai bahasa atau berpura-pura bertingkah laku seperti benda tertentu, situasi tertentu, atau orang tertentu, dan binatang tertentu, yang di dalam dunia nyata tidak dilakukan. Pada referensi yang berbeda, Piaget (Dit. PADU Depdiknas, 2004:1) menjelaskan: awal bermain peran dapat menjadi bukti perilaku anak yang telah berumur satu tahun. Bermain peran ditandai oleh penerapan cerita pada objek dimana cerita itu sebenarnya tidak dapat diterapkan (anak mengaduk pasir dalam sebuah mangkuk dengan sekop dan pura-pura mencicipinya) dan mengulang ingatan yang menyenangkan (anak usia dini melihat sebuah botol bayi dan mencoba memberi makan sebuah boneka).
Adapun menurut Moedjiono dan Dimyati (1992:80) mengemukakan bahwa bermain peran yakni memainkan peranan dari peran-peran yang sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu yang dimaksudkan untuk menciptakan kembali situasi masa lalu atau masa yang akan datang (alhafizh84.wordpress.com). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain peran merupakan salah satu metode yang selain menyenangkan bagi anak dan efektif meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak.
Tanpa stimulasi dari orang dewasa, secara natural anak sudah memiliki minat untuk bermain peran. Adanya pendampingan dari orang dewasa akan membantu meningkatkan kualitas bermain peran pada anak-anak. Hal ini dipengaruhi setting, gagasan yang dimunculkan dan bahan bermain peran yang ada. Kreativitas pendamping akan menstimulasi anak untuk menuju tingkat bermain peran yang lebih kompleks (Safriyani, 2011:9).

2 Peranan Bermain Peran dalam Kurikulum Taman Kanak-Kanak
Bermain merupakan alat yang paling kuat untuk membelajarkan kemampuan berbahasa anak. Melalui komunikasi inilah anak dapat memperluas kosakata dan mengembangkan daya penerimaan serta pengekspresian kemampuan berbahasa mereka melalui interaksi dengan anak-anak lain dan orang dewasa pada situasi bermain spontan (Catron dan Allen dalam Sujiono, 2009:63).
Drama peran tidak hanya berhubungan dengan formasi konsep yang abstrak melainkan juga kepada objek yang kita kenali sebagai bagian dari kurikulum sekolah, seperti dalam pengembangan konsep sosial, matematika, ilmu pengetahuan dan membaca. Children Resources International (Kenny dalam www.rumahbunda.com), peranan bermain peran dalam kurikulum prasekolah :
a. Konsep ilmu sosial
Anak-anak mengembangkan pemahaman mengenai orang-orang, peranannya serta perilaku-perilakunya. Kesemua ini bersama dengan pengembangan kemampuan interpersonal serta kemampuan sosial, adalah beberapa diantara kontribusi penting yang dapat dibuat oleh bermain peran serta pembelajaran seorang anak.
b. Konsep matematika
Bermain peran memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menjelajahi konsep-konsep matematika awal. Di pusat kegiatan bermain peran anak-anak mampu mengkategorikan material serta peralatan-peralatan. Piaget membuat “Klasifikasi” ini dan sangat penting dalam pemahaman logika. Karena sangat tidak mungkin menambahkan atau mengurangi benda-benda, anak tersebut harus mengerti apa yang membuat sebuah kategori.
Anak-anak berlatih konsep korespondensi satu-satu ketika menyiapkan meja untuk pura-pura makan. Dengan memastikan bahwa ada sebuah kursi, sebuah piring, sebuah sendok, satu garpu dan pisau untuk setiap orang membawa anak tersebut kepemahaman konsep seperti “cukup, terlalu sedikit, lebih dari, dan sama dengan”. Anak-anak juga menggunakan konsep-konsep seperti “lebih besar dan lebih kecil”, “lebih lebar dan lebih sempit”, “lebih tinggi dan lebih pendek”, “lebih berat dan lebih ringan” selama bermain peran. Menepuk tangan dan berbaris semuanya memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mempelajari pola-pola yang akan membimbing mereka sejalan dengan pelajaran menghitung, urutan dan pengulangan.
c. Konsep ilmu pengetahuan
Bermain peran juga memusatkan konsep-konsep yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Anak-anak bisa bereksperimen di dalam bermain perannya : apa yang terjadi jika…? Atau menegaskan: apakah hal yang sama akan terjadi bila saya melakukannya lagi ? Anak-anak belajar melalui pengamatan (sebuah teknik ilmiah yang sangat diperlukan), dengan membandingkan benda-benda atau kejadian-kejadian atas dasar pemahaman dan perbedaan mereka mengidentifikasi masalah-masalah dan menyimpulkan secara umum kondisi interaksinya di kemudian hari dengan ilmu pengetahuan.
d. Konsep kesiapan membaca
Kosa kata dan konsep perkembangan sangat penting dalam membaca. Dalam bermain peran anak-anak menggunakan bahasa untuk memperlancar komunikasi dan bertukar ide hingga meningkatkan kelancaran membaca dan memperkaya kosa katanya.
Untuk bermain peran anak mengerahkan sekumpulan pengalaman dan keterampilan yang dimiliki sehingga bisa memunculkan ide untuk bermain pura-pura. Similanky (dalam Safriyani, 2011:9) menyebutkan bahwa ada 6 keterampilan yang mendukung bermain peran yaitu:
a.           Memainkan peran
Anak dapat berpura-pura memerankan seseorang atau sesuatu dengan menirukan ekspresi, mimik muka dan perilakunya. Awalnya hanya menirukan anggota keluarga atau binatang yang biasa dia lihat, setelah mahir anak akan memilih sendiri peran yang ingin dia mainkan, dan memunculkan gaya yang bervariasi, yang berhubungan dengan peran yang dipilih.
b.           Menggunakan properti
Melengkapi permainan perannya, anak mulai menggunakan bahan atau benda yang bisa mendukung peran yang dimainkan. Awalnya benda nyata, kemudian menggunakan benda yang bukan sesungguhnya, lalu menggunakan benda imajiner seperti orang bermain pantomim.
c.           Pura-pura
Pura-pura adalah inti dari bermain peran. Awalnya anak hanya menirukan secara sederhana hal-hal yang sering ia lihat, misalnya menelepon dengan telepon mainan. Pada tingkat yang lebih tinggi anak mulai merangkai sebuah cerita untuk dimainkan, dan melakukan pembagian peran dengan orang lain. Anak juga bisa memainkan peran-peran yang merupakan hasil fantasinya.
d.           Durasi waktu
Awalnya anak hanya memainkan peran beberapa menit, lalu berganti dengan permainan yang lain. Pada tingkat bermain peran yang lebih tinggi anak mulai menggunakan waktu yang lebih lama.
e.           Interaksi
Di tahapan awal bermain peran, anak-anak hanya memainkan peran sendiri. Meskipun ada beberapa anak, tetapi tidak tampak interaksi kecuali jika mereka ingin menggunakan benda yang sama. Seiring dengan perkembangan usia dan tingkat main perannya, anak dapat bermain bersama, merancang cerita bersama, lalu melakukan pembagian peran dan mengatur properti yang digunakan.
f.            Komunikasi verbal
Komunikasi verbal anak dapat menunjukkan tingkatan bermain perannya. Apabila mereka sudah berkomunikasi dengan menggunakan sudut pandang peran yang sedang dimainkan, berarti sudah ada pada tingkat bermain peran yang tinggi.

3 Macam-macam Metode Bermain Peran
Metode pendidikan Taman Kanak-kanak dikenal dengan enam macam permainan drama (Dramatisasi = bermain peran) antara lain sebagai berikut :
a. Drama Spontan atau Bebas
Bermain spontan adalah permainan drama yang dilakukan anak atas kemauannya sendiri, dengan cara-cara sendiri, berupa dialog atau perbuatan yang timbul dari pengalaman anak sendiri serta tidak membutuhkan peranan pemimpin atau kontrol dari guru.
Manfaat bermain peran spontan ini adalah :
1)     Mengembangkan bahasa anak
Dengan bermain peran secara spontan, anak menggunakan kata-kata yang telah dikuasainya dan mendapat kata-kata baru yang diperoleh dari temannya ketika melakukan kegiatan bermain peran.
2)     Mengembangkan perasaan sosial
Dalam bermain peran, anak secara tidak langsung melakukan hubungan sosial dengan temannya sehingga akan timbul perasaan sosialnya terutama peran yang dimainkannya berhubungan dengan kegiatan sosial.
3)     Mengembangkan daya cipta
Anak yang secara spontan melakukan kegiatan bermain peran akan tercipta hal-hal yang baru ditemuinya baik berupa kata-kata baru maupun pengalamannya. 
4)     Mengembangkan spontanitas anak
Dengan melakukan kegiatan bermain peran spontan akan dapat mengembangkan spontanitas anak dalam melakukan sesuatu.


5)     Mengembangkan ekspresi anak
Dalam bermain peran, anak secara tidak langsung akan mengeluarkan ekspresi-ekspresi sesuai dengan peran yang dimainkannya. Seperti ekspresi marah, sedih, gembira dan lain sebagainya.
6)     Terapi psikologi anak
Kegiatan bermain peran spontan juga dapat bermanfaat sebagai terapi psikologi anak seperti menumbuhkan rasa berani untuk tampil di depan umum.
b. Drama Terpimpin
Permainan drama terpimpin yakni guru membimbing anak dalam memilih perannya, tanpa mengurangi kebebasan anak dalam berbicara dan menjalankan perannya. Berikut ini adalah peranan guru dalam permainan drama terpimpin :
1)  Mempersiapkan adegan-adegan yang sudah dikenal anak
2)  Mempersiapkan naskah sederhana untuk anak (anak tidak disuruh membaca)
3)  Guru bercakap-cakap sekitar pengalaman kesehatan anak
4)  Guru berbagi peran diantara mereka
5)  Mengulangi permainan
6)  Guru mengulang dialog untuk dihapalkana anak, jika anak tidak bisa membaca
7)  Guru menyediakan peralatan-peralatan drama
8)  Drama terpimpin biasa dilakukan anak sekitar 15 menit

c. Sandiwara Boneka
Sandiwara boneka berguna membantu siswa untuk mengekspresikan isi jiwa dan mengembangkan daya fantasinya. Guru dapat menyediakan alat peraga yang sangat menarik bagi anak-anak berupa sandiwara boneka dengan menyediakan alat-alat yaitu:
1) Boneka-boneka tangan
2) Panggung boneka sehingga boneka ini bisa dijalankan guru atau oleh anak-anak menurut fantasinya.
d. Pantomim
Jenis bermain peran ini adalah sandiwara bisu untuk memberi pelajaran melalui visualisasi seperti adegan-adegan tanpa bicara, tetapi hanya melakukan gerakan mimik. Istilah pantomim berasal dari bahasa Yunani yang artinya: “Serba isyarat” berarti secara etomologis pertunjukan pantomim yang dikenal sampai sekarang itu adalah sebuah pertunjukan yang bahkan biasa sepenuhnya tanpa apa-apa. Jelasnya pantomim adalah suatu pertunjukan bisu (Bakdi, 1992:85)
Dalam pelaksanaan kegiatan pantomim, guru harus melakukan hal-hal berikut:
1)  Mengingat gerakan-gerakan yang dilakukan sehari-hari
2)  Menyusun gerakan-gerakan tersebut agar menjadi adegan-adegan untuk ditirukan
3)  Guru membimbing sambil menirukan gerakan pantomim bersama-sama dengan siswa
4)  Tampilkan siswa seorang-seorang
e. Charade
Charade adalah sebuah permainan dimana beberapa anak memainkan peran-peran dari sebuah buku cerita dan anak-anak lain mencoba menerka apa yang diperankan. Anak-anak harus didorong agar memerankan peran dari buku cerita kesukaannya, lengkap dengan pakaian-pakaian pembantunya. Coba hentikan di puncak acaranya agar anak-anak bisa melanjutkan tanpa mengikutsertakan narasinya.
f. Mimetik (permainan meniru)
Latihan mimetik (meniru) adalah gerakan fisik yang meniru kegiatan-kegiatan yang sudah terkenal, tanpa peralatan yang biasa dibutuhkan, melalui mimetik anak-anak bisa meniru gerakan yang biasanya dilakukan orang lain, hewan atau mesin. Anak-anak harus menggunakan imajinasinya guna menyediakan bantuan yang dibutuhkan. Mimetik dapat dilatih melalui beberapa latihan antara lain : menangkap kupu-kupu, melompat seperti kuda, memetik bunga, menaiki sepeda, berenang seperti bebek dan mencuci pakaian.

4    Tujuan Metode Bermain Peran
Tujuan bermain peran di Taman Kanak-kanak (TK) menurut buku Didaktik Metodik di Taman Kanak-kanak (Depdiknas, 2003: 41) adalah sebagai berikut:
1)     Melatih daya tangkap,
2)     Melatih anak berbicara lancar,
3)     Melatih daya konsentrasi,
4)     Melatih membuat kesimpulan,
5)     Membantu perkembangan intelegensi,
6)     Membantu perkembangan fantasi, dan
7)     Menciptakan suasana yang menyenangkan.
Disimpulkan tujuan metode bermain peran yaitu dapat melatih daya tangkap, berbicara dengan lancar, konsentrasi anak agar dapat lebih fokus, membuat kesimpulan, mengembangkan kognitif anak, menciptakan suasana yang menyenangkan, mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan tersebut diharapkan akan memudahkan anak dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak usia dini dengan cara menerapkan metode bermain peran.

5    Jenis Bermain Peran
Dalam teorinya, Erikson (Dit. PADU Depdiknas, 2004:4) mengemukakan bahwa bermain peran terbagi ke dalam dua jenis bermain, diantaranya bermain peran makro dan bermain peran mikro.
a. Bermain Peran Makro       
Bermain peran makro adalah salah satu jenis bermain peran dengan menggunakan ukurannya sebenarnya. Anak dikatakan sedang bermain peran makro jika dia memerankan sendiri suatu tokoh. Biasanya anak akan mengenakan kostum sesuai tokoh tersebut. Pada bermain peran makro, anak-anak berperan sebagai seseorang atau sesuatu. Misalnya ia menggunakan pakaian ayahnya lalu menirukan gaya ayah (Safriyani, 2011:9).
Bermain peran makro dapat melatih imajinasi dan membangun sendiri cerita yang dikehendakinya sesuai dengan pengalaman panca inderanya selama ini. Biasanya dalam bermain peran makro ini, seorang anak mengimitasi perilaku orang yang ia idolakan atau orang yang ia benci. Anak juga dapat menggunakan benda atau media apa saja yang ada disekitarnya, untuk dijadikan alat bermain perannya.
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa bermain peran makro merupakan suatu kegiatan bermain anak yang sedang memerankan sebuah peran, menjadikan dirinya semirip mungkin layaknya aktor dalam peran tersebut dan mengimitasi perilaku dari objek yang ia perankan itu. Sedangkan bermain peran dalam lingkup yang kecil biasa di sebut dengan bermain peran mikro.
b. Bermain Peran Mikro
Bermain peran mikro adalah awal bermain kerjasama yang dilakukan hanya dua orang saja bahkan sendiri dengan menggunakan media. Safriyani (2011:9) mengemukakan bermain peran mikro, anak menggunakan benda-benda untuk dimainkan sesuai dengan peran yang ia bayangkan. Misalnya anak menggunakan boneka, dan ia memainkan boneka itu untuk bercakap-cakap dengan boneka yang lain.  
Seiring dengan pendapat tersebut, Tarigan (2008:1) berpendapat bahwa “Micro play adalah anak bermain peran dengan menggunakan dua boneka”. Anak dikatakan sedang bermain peran mikro ketika ia bermain dengan benda-benda berukuran kecil. Ia menjadi sutradara dan melakonkan peran melalui boneka-boneka dan alat bermain kecil lainnya. Bermain peran mikro sering dimainkan oleh anak-anak usia prasekolah, karena pada usia ini anak memiliki daya imajinasi yang kuat dan terkadang anak masih memiliki teman khayalan.

Blog Archive