Menurut Kotler (2007 : 42) jasa adalah :
“ Setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada
pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan
kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin dan mungkin juga tidak
dikaitkan dengan suatu produk fisik.”
Dari definisi yang dikemukakan di atas maka jika dikaitkan dengan bisnis,
tampak jelas bahwa bisnis bank dapat dikelompokkan sebagai bisnis jasa, karena
apa yang ditawarkan atau dijual oleh bank secara fisik, tidaklah berwujud.
Giro, deposito, tabungan atau kredit hanya merupakan suatu bentuk produk yang
tidak tampak secara fisik tetapi hanya berupa fasilitas yang memungkinkan
nasabah memilih alternatif untuk menyimpan kekayaan mereka dalam bentuk uang,
apakah untuk memperlancar transaksi, berinvestasi, berspekulasi atau untuk
berjaga-jaga.
Merujuk pada karakteristik pemasaran jasa pada umumnya sebagaimana yang dikemukakan
oleh Kotler (2007 : 45-48) maka karakteristik pemasaran jasa dapat digambarkan
sebagai berikut :
1.
Tidak berwujud (Intangibility)
Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan suatu objek, alat atau benda,
maka jasa adalah suatu perbutan, kinerja atau usaha. Bila barang dapat dimiliki,
maka jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Meskipun sebagian
besar jasa dapat dikaitkan dan didukung oleh produk fisik namun esensi dari apa
yang dibeli pelanggan adalah performance
yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lainya. Jasa bersifat intangibility, artinya tidak dapat
dilihat, dirasa, diraba atau didengar sebelum dibeli.
Seseorang tidak dapat melihat hasil dari jasa sebelum ia menikmatinya
sendiri. Bila pelanggan membeli jasa, maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan
atau menyewa jasa tersebut. Pelanggan tersebut tidak lantas memiliki jasa yang
dimilikinya. Oleh karena itu untuk mengurangi ketidakpastian, para pelanggan
memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa tersebut. Mereka akan
menyimpulkan kualitas jasa dari tempat, orang, peralatan, bahan-bahan
komunikasi, simbol dan harga yang mereka amati. Kesimpulan yang diambil para
pelanggan akan banyak dipengaruhi oleh atribut-atribut yang digunakan
perusahaan jasa, baik atribut yang bersifat objektif dan dapat dikuantitatifkan
maupun atribut yang sangat subjektif dan bersifat perceptual.
2.
Tidak Terpisahkan (inseparability)
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan
jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi
secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri
khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil dari jasa tersebut.
Dalam hubungan penyelia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu yang
menyampaikan jasa merupakan unsur penting. Dengan demikian, kunci keberhasilan
bisnis jasa ada pada konsep rekruitmen, kompensasi, pelatihan dan pengembangan
dan karyawannya. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian
perhatian khusus pada tingkat partisipasi/keterlibatan pelanggan dalam proses
jasa. Demikian pula halnya dengan fasilitas pendukung jasa sangat perlu
diperhatikan dan pemilihan lokasi yang tepat, dalam artian dekat serta mudah
dicapai pelanggan juga perlu dipertimbangkan. Hal ini berlaku untuk jasa, dimana
pelanggan yang mendatangi penyedia jasa, maupun sebaliknya penyedia jasa yang
mendatangi pelanggan.
3.
Bervariasi (Variability)
Jasa bersifat sangat variabel karena memikat banyak variasi bentuk,
kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut
dihasilkan. Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa yaitu
kerjasama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral/motivasi
karyawan dalam menangani pelanggan, dan beban kerja perusahaan. Pada industri
jasa yang bersifat people-based, komponen
manusia yang terlibat jauh lebih banyak dari pada jasa yang bersifat equipment-based. Implikasinya adalah
bahwa hasil (outcome) dari operasi jasa
yang bersifat peopel-based cenderung
kurang terstandarisasi dan searah dibandingkan hasil dari jasa yang bersifat equipment-based maupun operasi manufaktur.
Para pembeli jasa sangat peduli terhadap variabilitas jasa yang sangat tinggi
ini dan sering kali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk
memilih penyedia jasa. Dalam hal ini penyedia jasa dapat menggunakan tiga pendekatan
dalam pengendalian kualitasnya,yaitu :
a.
Melakukan investasi dalam seleksi
dan pelatihan personil yang baik.
b.
Melakukan standarisasi proses
pelayanan jasa (service-performance process).
Hal ini dilakukan dengan menyiapkan suatu cetak biru (blueprint) jasa yang menggambarkan peristiwa dan proses jasa dalam
suatu diagram alur, dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor potensial yang
dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa tersebut.
c.
Memantau kepuasan pelanggan
sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi dan dikoreksi.
4.
Tidak Dapat Disimpan (perishability)
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Sifat
jasa yang mudah rusak (perishability)
tersebut tidak akan menjadi masalah apabila permintaan tetap berjalan lancar.
Jika permintaan berfluktuasi, perusahaan-perusahaan jasa menghadapi masalah
yang rumit. Tetapi kenyataannya permintaan pelanggan akan jasa umumnya sangat
bervariasi dan dipengaruhi faktor musiman.
Oleh karena itu, perusahaan jasa harus mengevaluasi kapasitasnya
(subtitusi dari persediaan jasa) guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan.
Dalam hal ini perlu dilakukan analisis terhadap biaya dan pendapatan bila
kapasitas ditetapkan terlalu tinggi atau terlampau rendah.