1. Teori
Pembelajaran
Proses
Pembelajaran pada anak usia dini atau usia Taman Kanak-Kanak (TK) hendaknya
dilakukan melalui konsep-konsep
dasar yang memiliki kebermaknaan bagi anak, sehingga memungkinkan anak untuk
menunjukan aktivitas dan rasa ingin tahu secara optimal (curiuosity) karenanya, proses pembelajaran diharapkan memberikan
kesempatan yang bervariatif kepada setiap anak untuk memperoleh pengalaman
langsung untuk mengembangkan potensi diri yang dimiliki sesuai dengan kehidupan
nyata sehari-hari. Pengalaman belajar yang diperoleh anak ditentukan oleh
keterlibatan secara aktif dalam proses pembelajaran. Artinya dibutuhkan
partisipasi setiap anak dalam setiap kegiatan pembelajaran secara optimal baik
secara individu maupun kelompok. (Aisyah Amini, 2010:3).
Anak usia dini
berkembang melalui seluruh indranya seperti melihat, meraba, mendengar,
mengecap mencium untuk mengenali dan mengamati suatu obyek. Seluruh indra ini
dirangsang melalui kegiatan bermain. Perlu dipertimbangkan bahwa dunia anak
adalah “dunia bermain”. Karenanya, “bermain” merupakan salah satu cara belajar
yang efektif bagi anak usia dini. Bermain bagi anak, melakukan eksplorasi,
petualangan penting sifatnya karena mengisyaratkan kecintaannya akan
pembelajaran dari rasa ingin tahu alami. (Aisyah Amini, 2010:4).
2. Perkembangan Motorik Anak
Dilihat dari aspek perkembangan, karakteristik perkembangan motorik anak
usia dini dapat diidentifikasi sebagai berikut. Aspek perkembangan psikomotorik
tubuh dan keseimbangan melakukan berbagai aktivitas dan keterampilan fisik yang
berhubungan dengan berbagai variasi memegang benda dan berjalan, membaca, duduk
dan mendengarkan dalam periode yang tidak begitu lama.
Secara rinci perkembangan gerak motorik ini dibagi menjadi 2 yakni gerak
motorik kasar dan gerak motorik halus.
a. Motorik
Kasar
Motorik kasar adalah bagian dari aktivitas motorik yang mencakup
keterampilan otot-otot besar seperti: otot kaki, lengan, punggung, dan
lain-lain. Pada lima tahun pertama kehidupan anak, motorik kasar inilah lebih
dominan berkembang. Motorik anak seperti halnya perkembangan motorik pada
umumnya berkembang sejalan dengan pertambahan usia kematangan saraf serta
otot-otot anak. Tetapi tentu saja peranan lingkungan dalam hal ini perangsangan
dan kesempatan tidak bisa diabaikan.
b.
Motorik halus
Meski perkembangannya sudah diawali sejak dini lewat memegang dan meraba,
akan tetapi keterampilannya sendiri baru berkembang pesat setelah anak berusia
3 tahun yaitu ketika sebagian besar gerak motorik kasar anak sudah dikuasai.
Keterampilan motorik halus yang melibatkan motorik halus yakni mencoret-coret,
meronce, melempar, menulis, menggambar ataupun makan sendiri. Sekalipun
perkembangan motorik halus berkembang sejalan dengan perkembangan saraf-saraf
dan otot, akan tetapi bagaimana pun juga keterampilan ini harus dipelajari.
Umumnya keterampilan tangan dapat
lebih cepat dikuasai dibandingkan dengan keterampilan kaki, selain karena hukum
perkembangan memang menunjukan bahwa saraf serta otot tangan lebih cepat dari
pada kaki, juga karena pada kenyataannya bagi anak-anak secara tidak disadari
keterampilan tanganlah yang lebih bermanfaat dan lebih banyak digunakan
ketimbang kaki. Hal ini dikarenakan anak lebih banyak meluangkan waktu dan
energinya untuk mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan kaki.
Perkembangan keterampilan
motorik halus juga dapat dipakai untuk mengukur taraf intelegensi anak,
khususnya selama masa bayi dan di tahun-tahun pertama, ketika anak belum bisa
diajak bicara atau berkomunikasi secara verbal.
Sedangkan kondisi yang
menghambat perkembangan motorik anak adalah:
a.
Kelahiran sulit,
terutama bila disertai dengan trauma di kepala.
b. Anak
dengan inteligensi rendah.
c.
Orang tua yang terlalu
protektif, sehingga menghambat kebebasan anak untuk melakukan latihan-latihan
motorik.
d. Kelahiran
dini atau prematur karena tingkat perkembangan pada saat lahir di bawah bayi
yang normal.
e.
Cacat fisik misalnya
kebutaan dan lain-lain
f.
Perbedaan pola asuh
yang berkaitan dengan jenis kelamin, misalnya anak perempuan tidak diberi
kebebasan sebesar anak laki-laki.
Perkembangan motorik terkait erat dengan perkembangan persepsi.
Perkembangan motorik yang makin baik dan beragam memungkinkan anak mengenal
dunia secara fisik maupun simbolik lebih luas.
Kegiatan fisik tersebut sangat penting bagi anak untuk mengembangkan
berbagai keterampilan serta upaya mengontrol dan mengekspresikan kekuatan
fisik. Keterlibatan dalam aktivitas fisik mendorong pertumbuhan rasa aman,
memperoleh tempat dalam kelompok teman sebaya dan konsep diri yang positif.
Aktivitas fisik merupakan hal utama bagi pertumbuhan kognitif secara baik. Anak
membutuhkan kegiatan fisik untuk membantu memahami berbagai konsep abstrak.
Ahli pendidikan dan psikologi memandang bahwa usia TK merupakan suatu
periode penting yang perlu mendapat penanganan sedini mungkin pada usia TK ini
merupakan masa dimana mulai terangsangnya fungsi-fungsi tertentu pada diri
individu. Montesorri (Hurlock, 1991:13) Mengatakan bahwa usia 3-6 tahun sebagai
periode sensitif atau masa peka yaitu suatu periode dimana suatu fungsi
tertentu perlu dirangsang atau diarahkan sehingga tidak terbatas perkembangan
misalnya masa peka untuk berbicara pada satu periode tidak terlambat maka anak
akan mengalami kesukaan dalam kemampuan berbahasa untuk periode selanjutnya.
Pada periode tersebut karakter anak dapat dibangun melalui kegiatan dan
pekerjaan. Jika pada periode ini anak tidak didorong aktivitasnya perkembangan
kepribadiannya akan menjadi terhambat, masa-masa sensitif mencakup sensifitas
terhadap objek-objek kecil dan detail serta sensifitas terhadap aspek-aspek
sosial kehidupan.
Erikson (Helwi dan Turner, 1954:64) memandang periode ini sebagai fase sense of initiative, pada periode ini
anak harus didorong untuk mengembangkan inisiatifnya seperti kesenangan untuk
mengajukan pertanyaan dan apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Jika anak
tidak mendapat hambatan dari lingkungan maka anak akan mampu mengatasi
inisiatif dan daya kreatifnya juga hal-hal yang produktif dalam bidang yang
disenanginya, pendidik yang selalu menolong, memberi nasihat, mengerjakan
sesuatu dimana anak-anak dapat melakukan sendiri berarti tidak memberikan
kesempatan pada anak untuk berbuat kesalahan untuk berprakarya atau dengan
adanya kepercayaan dan kemandirian yang memungkinkan untuk berprakarya, akan
menumbuhkan inisiatif, sebaliknya kalau terlalu banyak dilarang dan ditegur
anak akan diliputi perasaan serba salah dan berdosa (Guilting).
Kartini Kartono (1986:113) mengemukakan bahwa ciri khas anak pada masa
kanak-kanak adalah sebagai berikut:
1. Bersifat
egosentri naif.
2. Mempunyai
relasi sosial dengan benda-benda dan manusia yang sederhana dan primitif.
3. Kesatuan
jasmani dan rohani yang hampir-hampir tidak terpisahkan sebagai satu totalitas
4. Sikap
hidup yang fisiognamis.
Kartini Kartono menjelaskan bahwa seorang anak yang egosentris memandang dunia luar dengan pandangan sendiri, sesuai
dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri. Sikap egosentris yang naif ini bersifat temporer dan senantiasa dialami oleh setiap anak dan dalam proses
perkembangannya. Relasi sosial yang primitif
merupakan akibat dari sifat egosentris
yang naif tersebut ciri ini ditandai oleh kehidupan individual dan sosialnya
masih belum terpisahkan. Anak hanya memiliki minat terhadap benda-benda dan
peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya.
Kesatuan antara jasmani dan rohani yang tidak terpisahkan maksudnya
adalah anak belum dapat membedakan dunia batiniah dengan lahiriah. Isi lahiriah
dan batiniah merupakan satu kesatuan yang bulat sehingga penghayatan anak
diekspresikan secara spontan. Anak bersifat fisiognomis
terhadap dunianya artinya secara langsung anak memberikan atribut pada setiap
penghayatannya. Anak tidak dapat membedakan benda hidup dengan benda mati.
Setiap benda dianggapnya berjiwa seperti dirinya karena itu anak sering
bercakap-cakap dengan bonekanya, dengan kucing, kelinci dan sebagainya.